Rabu, 22 Oktober 2008

Majelis Ta'lim Kaum Ibu

WAKAF

Pengertian wakaf
Wakaf menurut lughoh / bahasa mengandung arti menahan.
Wakaf menurut syara’ adalah menahan pokok / asal harta sehingga tidak diwariskan, atau dijual, dan tidak dapat dihibahkan, dan hasilnya diberikan kepada orang yang diberi wakaf atau hasil dan manfaatnya diberikan untuk kepentingan-kepentingan umum demi mencari keridhoan Allah SWT.

Dalil-dalil yang berkaitan dengan wakaf
Surat Ali Imran ayat 92 :
92. kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Dan Surat Al Baqarah ayat 261 dan 262 :
261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
262. orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.


Hadits Rosululloh SAW :
Riwayat dari Ibnu Umar RA bahwasanya Umar RA memiliki sebidang tanah di daerah Khaibar, lalu Umar RA mendatangi Rosululloh sambil meminta petunjuk apa yang harus ia lakukan terhadap sebidang tanah tersebut. Rosululloh menjawab sambil memberikan petunjuknya : “ Jika kau mau maka kau dapat menahan pokok harta (tanah) tersebut dan kau shodaqoh kan hasilnya”. Kemudian Umar RA melakukan hal tersebut dan tidak ia pernah jual tanah tersebut, tidak pula dihibahkan, dan tidak pula diwariskan. Ia menshodaqohkan hasilnya untuk orang-orang fakir, kerabat keluarganya yang membutuhkan pertolongan, budak, orang yang berjuang di jalan Allah SWT, Ibnu sabil, dan orang-orang yang lemah. Tidak menjadi persoalan bagi orang yang mengelola untuk mengambil manfaat sekedarnya dari tanah wakaf namun tidak boleh untuk menyimpan hasil dari tanah wakaf secara berlebihan.(Hadits Riwayat Imam Bukhori)

Pihak-pihak yang terlibat dalam wakaf
1. Wakif yaitu orang mewakafkan
2. Nazhir yaitu orang yang mengelola wakaf.

Perbedaan pendapat dalam masalah wakaf
1. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i : Barang yang sudah diwakafkan tidak boleh dijual sekalipun telah rusak atau roboh. Namun Imam Malik menambahkan jika pihak penguasa (pemerintah) berpendapat bahwa menjualnya dapat lebih bermanfaat/ maslahat maka boleh dijual dengan syarat harus diganti dengan objek yang semisal (sama).

2. Menurut Imam Ahmad bin Hambal : Pada prinsipnya barang yang telah diwakafkan tidak boleh dijual namun jika terbengkalai maka boleh dijual dan diganti dengan objek yang semisal (sama).

3. Ibnu Aqil : Wakaf adalah untuk selamanya namun ketika tidak memungkinkan mengekalkan pada bentuk aslinya maka kita dapat mengekalkan pada tujuannya yaitu mengambil manfaat secara terus menerus.

Dalil-dalil yang membolehkan menjual barang yang diwakafkan demi maslahat
1. Kahlifah Umar bin Khattab pernah mengganti lokasi masjid Kufah ke tempat lain dan lokasi bekas masjid dijadikan pasar kurma.
2. Pada masa Nabi masjid Nabawi dibangun dengan batu bata dan atapnya dari pelapah kurma, tiangnya dari batang pohon kurma. Lalu pada masa Abu Bakar tidak terjadi perubahan. Baru pada masa Umar bin Khattab, ia mengubahnya menjadi lebih luas dan mengganti tiangnya dari kayu. Lalu Utsman bin Affan menambah luasnya dan membangun temboknya dari batu yang diukir dan tiang batu dan atapnya dari kayu Sa’aj. (HR Bukhori).

Wakaf dengan uang
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 11 Mei 2002 / 28 Shafar 1423 H yang membolehkan wakaf tunai atau dengan uang. Dalilnya adalah pendapat Imam Syafi’i yang membolehkan wakaf uang, Imam Al Zuhri yang membolehkan wakaf uang sebagi modal usaha dan keuntungannya disalurkan pada maukuf alaih (orang yang membutuhkan).

Disampaikan oleh H.M.Aiz Muhadjirin pada pengajian hari Kamis, 24 Juli 2008.