Sabtu, 22 Maret 2008

Makna Idul Fitri

IDUL FITRI: MOMENTUM ISHLAH BAGI UMAT ISLAM

Oleh H.Muhammad Aiz Muhadjirin
(Khodim Rubbat Annida Al Islamy)

Perbedaan, pertikaian, pertengkaran, permusuhan, konflik adalah kata-kata yang senantiasa menghiasi nuansa kehidupan manusia. Menjadi suatu keniscayaan jika kita mengatakan bahwa rangkaian kata-kata tersebut merupakan bagian kelam atau “darkside” dari sebuah akibat penyaluran syahwat manusia yang dilakukan secara kebablasan. Oleh karena kata-kata tersebut hampir mustahil kita hindari maka akan menjadi suatu jihad besar apabila kita dapat mengakhiri kehidupan ini dengan kata-kata yang merupakan lawanan kata-kata sebelumnya, yakni perdamaian, ishlah, toleransi,ukhuwah, dan persatuan. Suatu pengikhtiaran yang tiada henti agar terwujudnya kata-kata tersebut guna tercapainya “husnul khatimah”.
Idul Fitri 1428 H saat ini adalah momentum yang sangat tepat dalam upaya merealisasikan tujuan mulia yakni mengencangkan tali silaturrahim di antara sesama saudara seagama. Salah satu sarana yang kerap dimanfaatkan oleh umat Islam di negeri ini adalah menggelar acara halah bihalal. Sebuah tradisi yang telah melekat pada sebagian masyarakat rumpun Melayu ini merupakan salah satu bentuk dalam upaya mengimplementasikan Firman Allah SWT dalam Surat Ali ‘Imran ayat 103 dan 134: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”. “( Yaitu) orang –orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Makna kata halal bihalal sesungguhnya telah mengalami suatu transformasi pribumisasi makna dari pemahaman awalnya yang merupakan bahasa Arab. Menurut Prof.Quraish Shihab halal bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab ‘halal’ yang diapit dengan satu kata penghubung ‘ba’ (dibaca bi ). Meskipun kata tersebut berasal dari bahasa Arab, sejauh pengetahuan penulis masyarakat Arab sendiri tidak memahami arti halal bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu.



Esensi Halal bihalal
Memaafkan secara lahir batin secara ikhlas tanpa basa basi, mungkin adalah rangkaian kata tersingkat untuk dapat mengartikan makna yang terkandung dalam kata halal bihalal. Ucapan kata “maaf” mungkin saja terucap ribuan kali melalui bibir kita, namun ribuan kali pula esensi hakiki dari kata “maaf” itu menguap. Saling memaafkan merupakan perkara yang sulit untuk diterka karena telah menyentuh masalah hati manusia. Pepatah yang mengatakan “dalamnya laut dapat ditebak, dalamnya hati manusia siapa tahu?” adalah salah satu bukti sulitnya menebak hati manusia. Untuk itu, mungkin yang harus dipersiapkan oleh kita semua adalah kesiapan mental untuk dapat mengucapkan kata “maaf” dan menerima kata “maaf” dari orang lain secara tulus dan ikhlas. Sifat egois, takabur, dan ‘ujub merupakan salah satu sifat yang dapat mengunci hati kita untuk dapat memfaafkan secara ikhlas, dan untuk itu sedapat mungkin harus diminimalkan sampai pada akhirnya dihilangkan.
Rasulullah Muhammad SAW dalam berbagai kesempatan telah mengajarkan kepada kita bahwa memaafkan orang lain adalah salah satu karakter Islam yang sesungguhnya. Hal ini dapat kita baca dalam tarikh Islam, saat Nabi Muhammad SAW bersama pasukannya berhasil menundukan kota Mekkah. Tiada dendam yang dilampiaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada musuh-musuhnya. Kisah ketauladan yang dipraktekan oleh Nabi seharusnya menjadi I’tibar yang nyata bagi kita semua selaku umatnya (yang mudah-mudahan senantiasa diberi akal sehat untuk berfikir).
Hari Raya Idul Fitri secara substansi dapat pula kita upayakan menjadi “yaumul marhamah” dimana seluruh umat Islam dapat saling mencintai di antara sesama yang pada akhirnya perdamaian, ishlah, toleransi,ukhuwah, dan persatuan lebih dikedepankan dibandingkan dengan perbedaan, pertikaian, pertengkaran, permusuhan, dan konflik. Semoga. Taqabbalallahu minna wa minkum minal ‘aaidin wal faaizin

Tidak ada komentar: